Merdeka.com - Padukuhan Sanden yang terletak di Kelurahan Murtigading, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta telah lama dikenal sebagai sentra pembuatan kue lemper. Di Dusun ini terdapat lebih dari 20 warga yang rutin membuat kudapan berbahan ketan tersebut untuk dijual kepada masyarakat luas.
Sejak dahulu, kue lemper hampir dipastikan selalu hadir di setiap hajatan masyarakat Jawa mulai dari saat kelahiran, khitanan, pernikahan, hingga kematian. Kudapan ini begitu disukai karena cita rasanya yang begitu gurih dengan isian serundeng kelapa maupun daging ayam.
Di balik kelezatan rasanya, ternyata kue lemper Sanden memiliki sejarah yang cukup berpengaruh terutama sebagai media penyebaran agama Islam. Konon ketenarannya tidak terlepas dari peran tokoh bernama Nyai Pucangsari dan keturunannya di masa lampau.
Mengutip berbagai sumber, berikut sepenggal kisahnya.
2 dari 4 halaman
Jadi Media Penyebaran Agama Islam
©2022 bantulkab.go.id/ Merdeka.com
Merujuk laman Pemerintah Kabupaten Bantul, ketenaran lemper Sanden tidak terlepas dari peran Nyai Pucangsari dan keturunannya yang kerap menggunakan kudapan ini sebagai media dakwah.
Lemper bisa menggambarkan seseorang yang memiliki rukun iman dan rukun islam. Bentuk syukur itu yang juga hadir di berbagai acara keagamaan pada masa itu.
Sementara di web sejarah Bantul, Nyai Pucangsari merupakan seorang pengembara dari Kerajaan Majapahit yang mengembara hingga ke wilayah pantai Selatan, Dusun Grogol, Kretek, Bantul. Di sana ia bertemu dengan saudara sepupunya bernama Syeh Maulana Maghribi, yang merupakan murid dari Syeh Maulana Malik Ibrahim asal Gresik, Jawa Timur.
Sesudah belajar Islam, Nyai Pucangsari lantas menetap di daerah Murtigading, Sanden. Ia dahulu sempat mendirikan dusun dan menikah dengan seorang pengembara sekaligus tokoh Islam bernama Kyai Pucanganom.
3 dari 4 halaman
Lemper Sanden dan Pengingat Kepada Manusia
Dalam budaya Jawa, kue lemper mempunyai filosofi mendalam. Dari penamaannya yakni "yen di-lem aja memper", atau jika diartikan ketika disanjung jangan sampai takabur.
Makna itu yang kemudian menjadi pengingat bagi manusia agar tetap memiliki sikap rendah hati, terutama saat diberi pujian. Selain itu lemper juga menjadi simbol persaudaraan yang erat dari lengketnya ketan yang digunakan sebagai bahan utama.
Dari beragamnya filosofi tersebut, kue lemper hingga kini masih menjadi jajanan pasar yang khas dan kita bisa temui di hampir setiap momen hajatan.
4 dari 4 halaman
Lemper Sanden yang Otentik
©2022 bantulkab.go.id/ Merdeka.com
Lemper Sanden biasanya menggunakan bahan ketan yang diolah dengan berbagai rempah, dan menggunakan isian gembingan (cacahan kelapa) atau serundeng sebagai isiannya.
Yang paling khas dari lemper Sanden adalah penggunaan beras ketan dengan kualitas baik berjenis ketan tolo atau ketan gondel. Seiring berjalannya waktu, modifikasi pengolahan hingga varian terus dilakukan termasuk menambah isian dari daging ayam untuk meningkatkan cita rasa lemper.
Dalam pembuatannya, beras ketan mula-mula direndam lalu dikukus hingga setengah matang. Bahan tersebut kemudian dicampur dengan menggunakan santan kental, garam, dan daun pandan dan dikukus kembali sampai beras ketan benar-benar matang.
Sementara untuk isian lemper, biasanya dibuat dari bahan daging ayam yang diolah dengan bumbu bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, jahe, daun jeruk, telur, dan santan.
Setelah semuanya siap kemudian ketan dikepeli bersama dengan isian, lalu dibungkus dengan daun pisang kluthuk. Alasan pemilihan daun jenis ini karena kadar airnya yang sedikit, sehingga klorofil yang dihasilkan cenderung sedikit dan tidak mengubah warna lemper Sanden.
Setelah dibungkus kemudian lemper dikukus kembali kurang lebih 2- 3 jam, kemudian lemper khas Sanden siap untuk disajikan.
[nrd]Dusun Sanden di Bantul Jadi Sentra Kue Lemper, Populer Jadi Media Dakwah sejak Dulu | merdeka.com - Merdeka.com
Read More
No comments:
Post a Comment